Muslim Massacre
Pada 2008 lalu, sempat muncul sebuah game online berjudul Muslim Massacre. Salah satu negara yang pertama kali mengakses game terlarang ini adalah Inggris.
Kontan, Negeri Ratu Elizabeth ini langsung memutuskan untuk memblokir game ini setelah mendapat kecaman dari banyak pihak, khususnya dari aktivis keagamaan.
Baca Juga: CEK FAKTA: Benarkah Ekuador Alami Gelombang Besar Kematian karena COVID-19?
Pasalnya, Muslim Massacre mengisahkan perjuangan pasukan tentara Amerika Serikat dalam membasmi teroris di kawasan Timur Tengah.
Parahnya, pemain ditempatkan sebagai anggota pasukan tentara AS yang diberi tugas untuk menembaki orang-orang Arab sebanyak mungkin. Bahkan, pelecehan juga terlihat dalam game ini karena beberapa obyek yang harus dibunuh adalah sosok dengan pakaian muslim, yaitu orang-orang Arab dengan sorban di kepalanya.
Watch Dogs
Baca Juga: CEK FAKTA: Benarkah Italia Menyerah Lawan COVID-19?
Entah apa yang ada di benak Ubisoft ketika merilis game Watch Dogs pada 2014. Sebagai salah satu pengembang dan penerbit game terbesar di dunia, mereka sebenarnya tidak perlu membuat game yang memuat unsur rasisme.
Di satu sisi, game ini memiliki rekor penjualan yang sangat baik. Tapi di saat bersamaan, game ini menuai kritikan karena menyinggung isu rasisme yang cukup kuat.
Game PC terbaik ini dianggap melakukan indoktrinasi kepada para pemainnya dengan menggambarkan penampilan karakter orang berkulit putih sebagai jagoan, sementara orang berkulit hitam sebagai karakter penjahat.
Baca Juga: Krisis Identitas, Video Kucing Makan Rumput di Kandang Kambing Viral
Selain itu, Watch Dogs juga diduga menyudutkan bangsa dan agama tertentu karena membuat karakter teroris bernama Iraq yang digambarkan sangat bengis dan kejam.
Tak cukup sampai disitu, game ini juga hanya dikonsumsi oleh orang 17 tahun ke atas karena memuat konten pornografi dan teori konspirasi.(Suara.com/Tivan Rahmat)
Baca Juga: Berperan Jadi Pelakor, Instagram Artis Korea Ini Diserbu Netizen Indonesia