Hitekno.com - Seorang remaja dideportasi dan didenda 3.000 dolar AS atau Rp 42 juta atas ''aksinya'' pada aplikasi olah pesan di dalam pesawat Air New Zealand.
Aplikasi in-flight messaging atau olah pesan di dalam pesawat diketahui diperbolehkan bekerja ketika pesawat sedang mengudara.
Namun remaja asal Australia yang berumur 19 tahun ini justru menyalahgunakannya.
Baca Juga: Power Bank Meledak di dalam Pesawat, Penumpang Panik
Ia mengetik ''saya punya bom'' di dalam aplikasi tersebut sehingga maskapai penerbangan segera bertindak tegas.
Remaja yang bernama Meke Fifita segera diadili di Pengadilan Distrik Manukau pada hari Kamis (10/01/2019) setelah ia melanggar Undang-Undang Penerbangan Sipil.
Dia memberikan informasi kepada orang lain berkaitan dengan keselamatan sebuah pesawat dan ternyata informasinya salah sehingga dikenai tuntutan.
Baca Juga: Ini yang Terjadi Ketika Pesawat Ditabrak Drone, Bolong!
Meke Fifita membuat layanan darurat segera bergegas ke Bandara Internasional Auckland karena ''komentar mengancam'' yang dibuat.
Komentar di dalam aplikasi itu dibuat ketika Air New Zealand A320 sedang meluncur ke landasan pacu.
Fifita ditangkap setelah pesawat menuju Sidney tersebut kembali ke gerbang.
Baca Juga: Penumpang Kesusahan Masukin Koper ke Kabin Pesawat, Bikin Ngakak
Di dalam pengadilan itu dijelaskan bahwa Fifita bepergian sendiri dari Tonga ke Sydney sehingga harus transit di Auckland.
''Saya mengetik 'saya punya bom' karena saya pikir itu lucu,''jelas Fifita dalam latar belakang aksinya.
Namun ia juga menjelaskan bahwa dirinya sangat menyesal dan tertekan setelah diproses di pengadilan.
Baca Juga: Video Pesawat Luar Angkasa Meninggalkan Bumi, Menakjubkan
Dikutip dari Gizmodo, pengacara Fifita, Jane Northwood, menyebut insiden itu sebagai ''peristiwa yang sangat bodoh abad ini''.
Tetapi ia juga mengatakan bahwa kliennya merasa tertekan dengan apa yang telah dilakukannya.
''Aku belum pernah bertemu orang yang lebih tertekan atau menyesal seperti Fifita sebelumnya,'' kata Northwood.
Berkat aksinya menyalahgunakan aplikasi oleh pesan di dalam pesawat, ia didenda oleh pengadilan sebesar 3.000 dolar AS atau Rp 42 juta.
Uang sebesar itu sebagai denda dan pengganti atas layanan darurat dari Bandara Auckland.
Denda tersebut ternyata sudah dibayar oleh ayah Fifita yang ada di Sidney.
Meski hanya ''bercanda'' pada aplikasi olah pesan, remaja itu kini harus dideportasi ke negara asalnya.