Hitekno.com - Media sosial Twitter baru-baru ini mengungkapkan telah menghapus sebanyak 115.861 akun yang diduga mempromosikan terorisme.
Pada laporan transparansi enam bulan antara Januari hingga Juni, Twitter menyatakan jumlah permintaan dari pemerintah untuk data pengguna berada pada rekor tertinggi.
Dilansir dari laman Crunch, dalam jangka waktu tersebut terdapat 7.300 permintaan. Jumlah ini meningkat sebanyak 6 persen dari tahun sebelumnya.
Baca Juga: Dalam 3 Hari, Call of Duty Modern Warfare 2019 Raih Rp 8,4 Triliun
Dari jumlah pemerintah yang meminta data pengguna, Amerika Serikat jadi negara dengan permintaan terbanyak.
Hanya periode Januari hingga Juni, negara tersebut memasukkan 2120 permintaan dari 4150 akun.
Padahal Jepang hanya memiliki 1742 akun dari permintaan 2445 akun.
Baca Juga: Top 4 Berita Terkini: Giveway Realme XT dan Smartphone Baru Oppo
Media Sosial milik Jack Dorsey ini mengungkapkann terdapat tiga surat keamanan nasional atau nasional security letters (NSLs) yang bisa memaksa perusahaan menyerahkan data non-konten pada FBI, tetapi surat tersebut tak disetuji hakim.
Laporan tersebut mengungkapkan adanya kenaikan jumlah informasi pribadi, media sensitif hingga konten mengandung kebencian.
Karena hal tersebut, Twitter mengklaim media sosialnya terus mengambil tindakan.
Baca Juga: Pasar Smartphone Global Bangkit, Samsung dan Huawei Masih Memimpin
Selain menghapus ratusan ribu akun yang mempromosikan terorisme, Twitter juga menghapus 244.188 akun yang melakukan pelanggaran berkaitan eksploitasi seksual pada anak.