Hitekno.com - Webinar GREDU ft. ClassIn telah sukses digelar dengan membahas cara menyiasati learning loss dengan solusi kolaboratif. Namun apakah itu learning loss?
Learning loss adalah istilah yang mengacu pada hilangnya pengetahuan dan keterampilan baik secara umum atau spesifik, atau terjadinya kemunduran proses akademik karena suatu kondisi tertentu.
Kondisi tersebut, antara lain adalah periode libur panjang pada kalender akademik, peristiwa putus sekolah yang dialami peserta didik karena kemiskinan, hingga ditutupnya sekolah tatap muka sebagai akibat dari pandemi yang mengharuskan siswa melakukan pembelajaran jarak jauh.
Baca Juga: GREDU Raih Pendanaan Seri A untuk Digitalisasi Sektor Pendidikan Indonesia
Pemerhati dan Praktisi Pendidikan, Indra Charismiadji dalam Webinar GREDU ft. ClassIn pada Kamis (02/9), menuturkan bahwa kondisi learning loss tidak sepenuhnya terjadi karena pembelajaran jarak jauh atau karena tidak adanya pembelajaran tatap muka.
Learning loss justru seringkali diakibatkan karena cara mengajar yang hanya dipindahkan dari dalam kelas dan diadopsi sepenuhnya ke pembelajaran online. Di situasi ini, guru mendistribusikan informasi dan komunikasi hanya satu arah, yang kemudian menyebabkan siswa cepat merasa bosan dan tidak semangat belajar.
Webinar GREDU ft. ClassIn yang diikuti lebih dari 900 orang ini merupakan bentuk kolaborasi nyata GREDU dan ClassIn untuk memberikan kiat-kiat kepada para tenaga pengajar di seluruh Indonesia untuk menghindari learning loss pada siswa. Berikut rangkuman GREDU terkait hal yang perlu diperhatikan untuk menyiasati learning loss menurut Pemerhati dan Praktisi Pendidikan Indra Charismiadji.
Baca Juga: Sambut 2021, GREDU Perkuat Sistem Pembelajaran pada Platformnya
Pertama, pendidik harus mempunyai growth mindset yakni pemikiran yang bertumbuh dan berkembang sesuai keberlangsungan jaman. Sebagai contoh, pembelajaran daring yang dilakukan saat pandemi ini justru mempercepat pendidik dan siswa dalam menghadapi era digital yang perkembangannya kian cepat dari waktu ke waktu.
Kedua, pendidik juga perlu memahami Socio-ical Knowledge Management pada era digital yang terdiri dari Infokultur, Infostrukur dan Infrastuktur. Infokultur merupakan transfer informasi di era digital, salah satunya yang kita kenal dengan istilah blended learning yakni perpaduan antara manusia dengan teknologi.
Contoh sederhana blended learning adalah siswa belajar menggunakan materi video di luar jam kelas, kemudian pada saat kelas dimulai maka pendidik dan siswa bisa berdiskusi tentang temuan atau pemahaman mengenai materi video tersebut.
Baca Juga: Serangkaian Webinar The NextDev Hub X Huawei Webinar Resmi Ditutup
Infostruktur berkaitan dengan hal-hal identitas lembaga di dunia maya, seperti alamat situs, akun-akun sivitas yang berhubungan dengan nama domain lembaga. Institusi pendidikan harus mempunyai domain khusus misal sch.id atau ac.id untuk penyediaan e-mail guru dan siswa agar proses transfer informasi tidak akan tercampur dengan urusan pribadi.
Selain domain, lembaga pendidikan juga perlu menyiapkan aplikasi-aplikasi yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran. Aplikasi tersebut seperti seperti penggunaan aplikasi komunikasi ClassIn, Cloud-based Office Application, School Management System, ataupun Learning Management System (LMS) GREDU yang mampu memadukan manusia dan teknologi sehingga blended learning bisa diterapkan lebih optimal.
Infrastruktur bicara tentang perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran digital, dan tentunya alat yang multitasking, yakni dapat digunakan untuk berbagai fungsi. Infrastruktur terkait dengan tentang sarana dan prasarana, gawai, listrik hingga internet yang merupakan aspek terpenting untuk mendukung keberlangsungan pendidikan era digital.
Baca Juga: Fokus Pada Diskusi, Fitur Canggih Gredu Siap Dirilis Tahun Ajaran Baru
Terakhir, pendidik mulai menerapkan kelas modern atau Flipped Classroom, yang menggabungkan aspek asynchronous dan synchronous secara efektif. Pada tahap asynchronous siswa mempelajari materi secara individu di luar kelas baik daring maupun luring.
Pemanfaatan aplikasi Learning Management System (LMS) menjadi standar dalam pola ini. Lalu di tahap synchronous, pertemuan di dalam kelas baik secara daring maupun luring digunakan untuk aktivitas kolaborasi aktif dari masing-masing siswa yang mendorong penalaran tingkat tinggi atau HOTS (Higher Order Thinking Skills) dengan cara project based learning, antara lain melalui presentasi, diskusi, bedah kasus, atau debat.
Learning loss menjadi isu hangat dalam beberapa bulan terakhir semenjak pandemi. Untuk itulah, GREDU bekerja sama dengan ClassIn berupaya memberi solusi kegiatan belajar dan mengajar dengan menghidupkan kembali kelas yang berorientasi kepada peserta didik dan membangun karakter mereka selaku generasi Z atau tech native.
Kolaborasi ini juga berusaha memberi dukungan kepada guru dan orang tua agar senantiasa bahu-membahu dalam mewujudkan pendidikan yang lebih baik.
Menurut GREDU, kolaborasi sesama edutech dinilai penting untuk menciptakan sinergi yang baik demi kemajuan pendidikan di Indonesia. GREDU yang menawarkan platform untuk mendukung komunikasi utuh dan transparan antara seluruh stakeholder, akan saling melengkapi dengan ClassIn yang menawarkan platform papan tulis pintar sehingga tercipta interaksi aktif di kelas.
Diharapkan, kolaborasi GREDU dan ClassIn ini mampu meningkatkan efektivitas blended learning dan berdampak positif bagi guru, siswa, dan dunia pendidikan di Indonesia.