Hitekno.com - Startup Octopus Indonesia berhasil lolos seleksi dalam program Google for Startups Accelerator: Circular Economy. Mereka mengalahkan ratusan aplikasi yang mendaftar pada program GFS Accelerator.
Octopus sendiri merupakan startup asal Indonesia yang menawarkan program daur ulang sampah.
Sistem teknologi AI dari Octopus diklaim menyediakan model penetapan harga yang efektif. Mereka memastikan transparansi untuk menguntungkan pemangku kepentingan limbah lokal.
Baca Juga: Susul ChatGPT dan Bard, Baidu Kembangkan AI Bernama ERNIE
“Bergabung dengan Google for Startups Accelerator memberikan kesempatan bagi kami untuk belajar lebih banyak dari Google, serta masuk ke jaringan ekosistem yang dapat membantu mengakselerasi Octopus yang tengah berkembang pesat. Salah satu topik yang membuat kami tertarik adalah yang terkait tentang acquiring new customers atau pun new consumers,” ujar Moehammad Ichsan, CEO & Co-Founder, Octopus Indonesia.
12 tim yang mengikuti program GFS Accelerator baru ini semuanya menggunakan teknologi untuk menangani berbagai area masalah yang kompleks, mulai dari limbah makanan dan mode busana, hingga daur ulang dan produk yang dapat digunakan kembali (reusable products).
Selama tiga bulan ke depan, mereka semua akan diberikan pelatihan, mentoring, dan juga insight dari Google serta mentor eksternal untuk membantu mengembangkan project yang sedang mereka kerjakan.
Baca Juga: Harga Oppo Reno8 T di Indonesia Rp 4,9 Juta, Seperti Apa Spesifikasinya
Lalu pada hari demo di akhir program, para peserta akan diminta mempresentasikan hal apa saja yang sudah mereka kerjakan.
“Di Indonesia, industri sampah yang dikelola oleh para pemulung atau pekerja informal masih menjadi kunci pengelolaan sampah di negara ini, terutama di daerah pedesaan dimana sistem pengumpulan sampah secara konvensional belum diterapkan,” jelas Thye Yeow Bok, Head of Startup Ecosystem, SEA, SAF and Greater China Region.
“Octopus memberikan solusi yang membuat pengumpulan sampah informal lebih mudah diakses dan efisien. Hal ini memudahkan individu maupun organisasi mendukung upaya daur ulang sampah di Indonesia. Ini yang membuat kami sangat senang untuk mendukung dan membantu memperluas upaya mereka,” tambah Bok.
Baca Juga: Vivo Disinyalir akan Siapkan V27 Series, Begini Bocorannya
Berbagai perusahaan dan organisasi di seluruh dunia mulai mengambil langkah untuk beralih dari model ekonomi linear, yakni model “ambil, buat, buang”, menuju ekonomi sirkular.
Ekonomi sirkular adalah model ekonomi yang memperpanjang masa pakai produk dan bahan baku sehingga dapat meminimalkan limbah dan bisa menghemat penggunaan sumber daya alam yang jumlahnya terbatas.
“Saat ini di Google kami sedang mencari berbagai cara untuk memaksimalkan penggunaan kembali sumber daya di seluruh operasi, produk, dan supply chain kami. Selain itu, kami juga membantu berbagai pihak yang ingin sama-sama melakukannya, dengan mendukung startup yang berupaya membangun ekonomi sirkular,” beber Bok lagi.
Dukungan penuh Google
Pada bulan Oktober 2022, Google mengumumkan GFS Accelerator baru yang mendukung startup serta organisasi nonprofit di Amerika Utara dan Asia Pasifik yang berusaha memecahkan tantangan terkait ekonomi sirkular, yang bertujuan meminimalisir sampah, memperpanjang masa pakai produk dan bahan baku, serta membantu meregenerasi sistem alam.
Model ekonomi sirkular didasarkan pada prinsip mengurangi, menggunakan kembali, memperbaiki, meremajakan, serta mendaur ulang bahan baku dan produk.
Estee Cheng, Managing Director, gSustainability, menambahkan, “Daur ulang berperan penting dalam memajukan ekonomi sirkular.
Kini ada makin banyak perusahaan yang memikirkan aspek teknis dan desain produk mereka sejak dini, dan mengintegrasikan aspek kedaurulangan ke dalam produk mereka sejak awal untuk mendukung konsep ekonomi sirkular.
Artinya, ketika suatu produk mencapai akhir masa pakainya, produk tersebut dapat diubah menjadi produk baru.”
“Ekonomi sirkular adalah hal yang sangat baru di Indonesia, sehingga untuk mendapatkan konsumen atau pengguna aplikasi masih merupakan tantangan terbesar yang kami hadapi saat ini. Dengan bergabung di program ini, kami berharap dapat mempelajari strategi untuk menarik minat pengguna dalam memanfaatkan platform kami secara berkelanjutan,” tutup Ichsan. (Suara.com/ Mustafa Iman)