Hitekno.com - Startup harus mempunyai inovasi agar layanan dan produk mereka diterima oleh pasar. Sebuah startup ini menawarkan pencetakan 3D di mana kita bisa mencetak baterai menjadi bentuk apa pun sesuai yang diinginkan.
Sebagai informasi, baterai lithium-ion saat ini digunakan dalam segala hal. Mereka dipakai untuk kendaraan listrik, perangkat seluler, hingga penyimpanan energi terbarukan.
Dalam skala industri, baterai lithium-ion masih cukup mahal meski harganya sudah turun dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga: Telkom: Cara Menerapkan Satu Data Indonesia dengan Aman
Sakuu menawarkan teknik khusus dalam mencetak baterai. Mereka menggunakan lapisan bubuk tipis yang dapat mengubah tampilan baterai.
Perusahaan rintisan ini mampu memproduksi baterai e-bike yang melengkung agar pas dengan rangka sepeda, atau baterai ponsel yang dibentuk untuk mengisi setiap celah di sekitar papan sirkuit, membuat ponsel bertahan lebih lama sebelum perlu diisi lagi.
Pencetakan 3D memungkinkan untuk mencetak baterai "solid-state" yang memiliki sejumlah keunggulan.
Baca Juga: Resmi Masuk Indonesia, Ofero Kenalkan 3 Kendaraan Listrik Modis
Perlu diketahui, baterai solid-state menggunakan elektrolit padat, bukan cairan seperti yang ada di dalam baterai populer pada saat ini.
Hal itu dapat menghilangkan masalah terkait sifat mudah terbakar pada baterai, membantu baterai bekerja dalam cuaca beku, menambah kepadatan energi, dan membuat baterai lebih cepat diisi, lebih mudah didaur ulang, serta memangkas biaya. Tapi sampai sekarang, mereka sulit untuk diproduksi.
Startup Sakuu menggunakan printer 3D dengan bubuk sehingga memungkinkan lapisan tetap tipis.
Baca Juga: Saingi ChatGPT, Startup Ini Buat Search Engine Berbasis AI
Seperti pencetakan 3D lainnya, ini juga menghemat bahan, karena hanya bahan-bahan terbatas yang dibutuhkan untuk proses produksi.
"Kami dapat menggunakan bahan sekitar 40 persen lebih sedikit. Jadi ini dapat menghemat biaya yang sangat besar. Peralatannya juga membutuhkan lebih sedikit ruang, sehingga pabrik di masa depan akan berukuran kecil. Sebuah mesin baru yang berukuran sekitar 400 kaki persegi mampu menghasilkan sekitar 100 megawatt jam baterai dalam setahun. Sementara peralatan yang lebih tua membutuhkan 16.000 kaki persegi dan hanya dapat menghasilkan 2,5 megawatt jam per tahun," kata CEO Sakuu, Robert Bagheri dikutip dari Fast Company.
Startup mengklaim dapat memangkas biaya produksi baterai hampir setengahnya.
Perusahaan rintisan yang berbasis di Silicon Valley, California, Amerika Serikat itu bakal melisensikan teknologi pencetakan 3D baterai kepada produsen baterai, perusahaan mobil, dan pelanggan lainnya dalam beberapa waktu ke depan.