Hitekno.com - Terdapat kasus di mana "perselingkuhan finansial" tak berakhir begitu baik. Seorang pria ini menyembunyikan Bitcoin atau BTC senilai Rp 7,4 miliar dari istrinya sendiri.
Suami ini cukup "cerdik" karena melintasi blockchain dan memasukkan uang ke dalam properti metaverse.
Kasus bermula ketika seorang wanita bernama Sarita sedang melakukan proses perceraian dengan pasangannya.
Baca Juga: Proyek Metaverse Telan Banyak Biaya, Induk Facebook Kehilangan Puluhan Triliun Rupiah
Ia curiga karena sang suami tidak mempunyai banyak aset meski berpenghasilan besar.
Wanita yang berasal dari New York ini meminta bantuan akuntan forensik untuk menyelidiki aset pasangan. Hasilnya, mereka melacak 12 Bitcoin yang disembunyikan oleh suami.
Laporan dari CNBC, kasus ini melibatkan pengacara perceraian, penyelidik forensik blockchain, penasihat keuangan, dan akuntan forensik untuk memburu koin virtual.
Baca Juga: Apa yang Bisa Dilakukan di Metaverse, Ada Berbagai Aktivitas Ini
Seorang suami terbukti menyembunyikan US$500.000 dalam Bitcoin selama perceraian. Suami tersebut menyimpan koin di berbagai blockchain dan berinvestasi dalam properti metaverse, menunjukkan cara inovatif yang digunakan individu untuk menyembunyikan aset mereka.
Namun, suami tersebut akhirnya terjebak oleh seorang pemburu kripto (kripto hunter), jenis baru investigator keuangan yang mengkhususkan diri dalam melacak aset kripto tersembunyi.
Dikutip dari Blockchainmedia.id (jaringan Suara.com), kasus ini menegaskan kompleksitas yang semakin meningkat dalam pengkhianatan keuangan di era digital dan perlunya keterampilan khusus untuk mengungkapkan penipuan semacam ini.
Baca Juga: Dulu Drop Out dari Kampus hingga Ibunya Nangis, Cowok Ini Sukses Bangun Startup Metaverse
Sementara kompleksitas transaksi kripto meningkat, begitu pula keprihatinan terkait risiko potensial yang terkait dengan pasar kripto.
Selain itu, berita kripto hari ini juga diisi liputan perihal Bank of Korea (BOK) yang mengusulkan bahwa pasar cryptocurrency harus patuh pada regulasi yang serupa dengan bank tradisional.
Keberadaan BOK adalah bahwa setiap kemungkinan bencana keuangan dari perdagangan kripto dapat menyebabkan kerusakan serius pada ekonomi nyata.
Pandangan ini menyoroti perdebatan berkelanjutan tentang perlunya regulasi dalam ruang kripto.
Sementara beberapa berpendapat bahwa sifat terdesentralisasi dari cryptocurrency adalah salah satu daya tarik utamanya, yang lain berpendapat bahwa tanpa regulasi, potensi ketidakstabilan keuangan tinggi.
Debat tentang regulasi ini bukan hanya bersifat teoritis. Di Korea Selatan, kontroversi meletus terkait perdagangan cryptocurrency yang mencurigakan oleh anggota parlemen independen, Kim Nam-kuk.
Kontroversi ini telah berkembang menjadi konflik antara perusahaan game lokal dan profesor yang mengkhususkan diri di bidang tersebut.
Sebuah komite etika parlemen khusus dijadwalkan akan meninjau dua mosi yang menyerukan tindakan disiplin terhadap Rep. Kim atas transaksi cryptocurrency yang meragukan.
Kasus ini menggambarkan implikasi dunia nyata dari kurangnya regulasi dalam ruang kripto dan potensi penyalahgunaannya.
Meskipun kontroversi dan keprihatinan ini, minat terhadap cryptocurrency tetap tinggi, terutama di kalangan investor muda.
The Wall Street Journal baru-baru ini melaporkan bahwa investor muda, sering kali dikaitkan dengan mania cryptocurrency dan saham meme, mengelola ribuan, kadang-kadang bahkan jutaan, dolar melalui klub investasi.
Klub-klub ini mengambil pendekatan berbeda dalam berinvestasi, fokus pada pengambilan keputusan kolektif dan strategi jangka panjang daripada keuntungan jangka pendek.
Tren ini menunjukkan bahwa meskipun ruang kripto mungkin penuh dengan tantangan, itu juga menawarkan peluang bagi mereka yang bersedia menjelajahi kompleksitasnya.