Hitekno.com - Tercatat ada beberapa kematian aneh yang menimpa para anggota kerajaan dari masa ke masa.
Henry I, misalnya, yang merupakan Raja Inggris yang berkuasa dari tahun 1100 hingga tahun 1135.
Di periode itu, Henry I mengalami semua jenis kekacauan yang mungkin tidak pernah menimpa seorang raja abad pertengahan.
Seperti dikutip dari Thevintagenews.com, Selasa (1/5/2018), Henry I membela perbatasannya dari beragam serangan musuh.
Dengan pernikahannya dengan seorang putri Skotlandia, Matilda, Henry I mencoba untuk menjalin hubungan baik dengan rakyat Skotlandia.
Ratu Sunandha/Thevintagenews.com
Tidak peduli betapa agungnya sebagian dari perbuatannya, Henry I meninggal dalam kondisi yang terbilang aneh.
Konon, dia tewas gara-gara menyantap belut lamprey.
Henry I menolak peringatan dokternya yang menyarankan dirinya untuk tidak mengonsumsi makanan mencurigakan tersebut.
Malang, Henry I terjangkit penyakit dan setelah beberapa saat, dia meninggal pada usia 67.
Raja Eropa lainnya, Alexander dari Yunani, baru berusia 27 tahun ketika ia meninggal dalam balutan busana anehnya pada tahun 1920.
Ketika itu, Alexander sedang berjalan-jalan di istana musim panasnya di dekat Athena.
Proses kremasi Ratu Sunandha/Thevintagenews.com
Seekor kera menyerang anjing peliharaannya, German Shepherd, Fritz.
Monyet itu dilaporkan adalah monyet Barbary milik seorang pegawai istana.
Raja berusaha melerai hewan-hewan yang bertempur dan menjadi korban karena monyet itu melukai kakinya dan menggigitnya di sekujur tubuhnya.
Luka-luka menjadi terinfeksi dan kurang dari sebulan kemudian raja dinyatakan meninggal.
Ternyata, bukan cuma di dataran Eropa, seorang anggota keluarga kerajaan meregang nyawa dalam kondisi yang tidak biasa.
Satu dari cerita yang paling sulit dipercayai adalah kisah kematian tak biasa Ratu Siam (kini menjadi Thailand), Sunandha Kumariratana.
Sunandha merupakan satu dari tiga istri Raja Thailand, Chulalongkorn, yang dikenal membuat terobosan di kerajaannya, seperti menghapus perbudakan.
Ratu Sunandha/Thevintagenews.com
Di saat kematiannya, Sunandha Kumariratana telah memiliki seorang putri dan menanti kelahiran anak keduanya.
Pada Mei 1880, ketika Sunandha hanya berusia 19 tahun, dia pergi dalam perjalanan menuju lokasi peristirahatan kerajaan di luar Bangkok.
Sunandha ditemani oleh Putri Karnabhorn Bejraratana--yang belum berusia 2 tahun--dan sekelompok pengawal serta pelayan.
Untuk mencapai istana musim panas tersebut, harus menyeberangi Sungai Chao Phraya, sungai yang paling besar di Negeri Gajah Putih.
Ratu Sunandha dan putri dikawal oleh perahu terpisah yang ditarik perahu lebih besar untuk membawa mereka ke sungai tersebut.
Namun, gara-gara kuatnya arus sungai, kapal kerajaan terbalik dan kedua jatuh ke air.
Peringatan kematian Ratu Sunandha/Thevintagenews.com
Anehnya, tak satupun dari anggota rombongan kerajaan yang membantu mereka.
Semestinya, semua orang mengikuti perintah pengawal utama untuk membantu para bangsawan yang tenggelam, namun mereka tidak.
Ketiga nyawa hilang ditelan sungai, sementara pelayan dan pengawal mereka hanya berdiri dan menonton.
Para pengawal, dan semua orang di tempat kejadian, ternyata mematuhi hukum Siam tua dan kaku yang tidak memungkinkan orang biasa untuk menyentuh anggota keluarga kerajaan.
Maklum, melanggar hukum ini dapat dihukum mati.
Menurut Misfit History, selain hukum, keinginan untuk membantu menyelamatkan nyawa ratu bisa dikurangi oleh kepercayaan takhayul juga.
Diduga, menyelamatkan seseorang yang tenggelam di sungai dikaitkan dengan kemalangan.
Jika seseorang menawarkan bantuan kepada orang yang berarti ikut campur dengan roh yang hidup di air.
Setelah peristiwa tragis tersebut, Raja Chulalongkorn memenjarakan petugas yang tidak memberikan perintah untuk menyelamatkan istrinya.
Raja sangat berduka atas kematian pasangannya, yang dikatakan sebagai orang yang paling dia cintai.
Prosesi pemakaman Ratu Sunandha mungkin merupakan pemakaman paling mahal dalam sejarah kerajaan Asia ini.
Raja juga melakukan banyak pekerjaan untuk menyelesaikan istana musim panas, lokasi yang bakal dikunjungi sang istri di hari kematiannya.
Di halaman belakang istana, dia menempatkan prasasti untuk Sunandha Kumariratana dan anak-anak.
Prasasti ini sebagai pengingat akan keadaan luar biasa yang mengakhiri hidup mereka terlalu cepat.