Hitekno.com - Jepang memiliki sejarah kebudayaan yang terkenal sejak dahulu dan dijaga hingga kini. Salah satu budaya Jepang yang masih kental hingga saat ini adalah tradisi Geisha.
Negeri matahari terbit ini sukses menyelaraskan antara sisi modernitas dan sisi tradisional.
Saat berbagai kemajuan teknologi begitu kental di negara ini, kebudayaannya juga tidak dihilangkan.
Baca Juga: Bisnis Sewa Orang yang Hanya Kamu Temui di Jepang
Tradisi Geisha sendiri memang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, tepatnya pada saat sistem kekaisaran Jepang berpusat di Kota Edo yang saat ini menjadi Tokyo.
Awalnya para Geisha diperankan oleh kaum laki-laki.
Kaum laki-laki yang menjadi Geisha pada saat itu harus pandai menari, menyanyi demi menghibur hati para tamu yang datang.
Baca Juga: Sisi Lain Jepang, Aliran Sesat dari Aum Shinrikyo
Hingga kemudian kini banyak Geisha yang diperankan oleh kaum wanita.
Wanita yang ingin menjadi Geisah akan dilatih secara keras di sebuah pondok khusus bernama Okiya, hingga pada akhirnya calon Geisha ini memiliki beragam kemampuan kesenian khas Jepang yang mumpuni.
Para Geisha ini juga diwajibkan untuk pandai memainkan alat musik Shamisen, yaitu semacam alat musik tradisional khas Jepang yang memiliki dawai dan dimainkan dengan cara dipetik.
Baca Juga: Simak 5 Hal Gila yang Hanya Kamu Temui di Jepang
Selain pandai menari, Geisha ini harus menguasai beragam aliran sastra Jepang dan biasa berperilaku sopan dan tutur kata yang elegan.
Banyak penelitian mengenai sejarah di Jepang yang percaya jika Geisha merupakan perwujudan para seniman yang terlatih dalam bidang kesenian, seperti seni musik, seni menari, seni peran, dan seni untuk menghibur para tamu.
Butuh latihan dan kesabaran bertahun-tahun untuk bisa menjadi Geisha.
Baca Juga: Curhat Pekerja di Jepang Soal Perilaku Turis Indonesia
Banyak orang yang salah paham mengartikan Geisha sebagai sebuah profesi yang erat dengan aktivitas prostitusi.
Para Geisha ini disewa untuk menghibur dalam sebuah acara pesta bukan dalam kegiatan seksual.
Namun, pada saat Perang Dunia ke-2, para pekerja prostitusi sering menyebut diri mereka sebagai Geisha, hal ini yang kemudian membuat makna profesi ini berbeda di masyarakat.
Sayangnya keberadaan Geisha ini sekarang memang sangat sedikit jika dibandingkan dengan dulu.