Hitekno.com - Kepo merupakan singkatan dari knowing every particular object atau rasa ingin tahu secara rinci terhadap sesuatu. Seorang peneliti mengamati efek kepo sama mantan dan mengungkap efek psikologi yang akan dirasakan.
Michele Galietta, seorang dokter dan profesor psikologi dari City University, New York melakukan penelitian yang berfokus pada perawatan terapeutik terhadap stalker atau penguntit.
Orang yang kepo tingkat tinggi biasanya sering berubah menjadi stalker tingkat tinggi.
Baca Juga: 10 Potret Tingkah Lucu Satwa Liar yang Kepoin Fotografernya
Bahkan peneliti tersebut mengungkap bahwa tidak ada yang namanya ''stalker biasa''.
Mereka mempunyai kemampuan khusus hingga mendapatkan informasi detail mengenai seseorang yang akan menjadi korbannya.
Galietta mengamati para stalker dengan latar belakang biasa sampai stalker yang sudah dua tahun menguntit sebelum mencoba membunuh korbannya.
Baca Juga: Greget Abis, Ini Singkatan Kisah Percintaan ala Kepolisian
Alih-alih disebut dengan satu gangguan mental, stalker dan rasa kepo berlebihan ternyata gejala dari berbagai macam gangguan mental.
Itu diperkuat dengan sebuah penelitian tahun 2012 yang diterbitkan dalam jurnal Aggression and Violent Behavior.
Motivasi untuk menjadi stalker termasuk sebuah keyakinan atau delusi seseorang yang menganggap dirinya terjebak dalam takdir romantis.
Baca Juga: Cari Tahu yang Kepoin Profil WhatsApp Kamu dengan Aplikasi Ini
Penelitian juga mengungkap bahwa stalker yang kepo sama mantan berlebihan mempunyai keinginan merebut kembali hubungan sebelumnya.
Dalam efek yang parah, itu termasuk keinginan atau dorongan sadis untuk menyiksa korban.
Peneliti juga menemukan adanya identifikasi psikotik yang berlebihan kepada korban serta keinginan untuk menggantikannya.
Baca Juga: Untuk Si Kepo dan Posesif, Ini Cara Lacak Lokasi di WhatsApp
Stalker bisa terjatuh ke dalam berbagai macam diagnosa, itu termasuk gangguan kepribadian narsistik, gangguan delusional seperti erotomania, dan gangguan psikotik.
Erotomania merupakan keyakinan bahwa orang lain (seringkali lebih prestisius atau menawan dari korban) jatuh cinta atau tergila-gila pada kamu.
Dikutip dari Vice, menurut penelitian Galietta, orang-orang dengan gangguan penggunaan zat juga sering cenderung menjadi stalker.
Dari 137 stalker yang menjadi objek penelitian, separuh di antaranya memiliki gangguan penggunaan zat tertentu.
Sementara setengah lainnya memiliki gangguan kepribadian. Beberapa stalker seringkali pria berusia 30-an sedangkan target mereka seringkali wanita di awal 20-an.
Peneliti menemukan bahwa rasa kemarahan dan ketidakamanan ketika masa anak-anak dapat menjadikan seseorang menjadi stalker saat dewasa.
Penelitian juga mengungkap bahwa kemunculan stalker sebagai akibat dari ''hubungan tidak sehat'' di masa lalu.
Wah ternyata terlalu kepo sama mantan atau menjadi stalker ternyata berdampak negatif ya pada psikologi seseorang, yakin masih ingin kepo?