Hitekno.com - Salah satu alasan Presiden Joko Widodo memutuskan Ibu Kota pindah ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan timur adalah memiliki risiko bencana yang sangat minim.
Bencana alam yang dimaksud adalah banjir, tsunami, kebakaran hutan hingga gempa bumi.
Bekaitan dengan pembahasan gempa bumi di Kalimantan Timur, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan adanya tiga sesar gempa di Kalimantan Timur.
Baca Juga: Nggak Sabar, Caviar Tawarkan Casing iPhone 11 Seharga Rp 700 Juta
Tiga sesar sumber gempa tersebut adalah Sesar Maratua, Mangkalihat, dan Sesar Paternoster.
Sesar Maratua dan Sesara Mangkalihat berada di wilayah Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur dan masih aktif.
Menurut BMKG, aktivitas kegempaanya masih cukup tinggi dan membentuk klaster sebaran pusat gempa ke barat dan timur.
Baca Juga: Bandingkan dengan Jakarta, Netizen Tuntut Kompensasi Internet Mati di Papua
Sedangkan, Sesar Mangkalihat memiliki potensi magnitudo mencapai 7,0, yang berarti intesitas atau guncangan gempanya berskala VI-VII MMI.
Selain itu, sesar Paternoster jalurnya berarah ke barat-timur melintasi wilayah Kabpuaten Penajam Paser. Sesar ini termasuk kategori dalam sesar berusia tersier.
BMKG mencatat di jalur sesar ini masih sering terjadinya gempa. Terbaru gempa tektonik adalah Gempa Longkali, Paser, pada 19 Mei 2019 lalu.
Baca Juga: 7 Smartphone Murah RAM 6 GB Terbaik Agustus 2019, Mulai Rp 2 Jutaan
Gempa tersebut memicu aktivitas sesar aktif, sehingga meskipun magnitudonya tidak besar tetapi bisa merusak bangunan jika tidak diantisipasi.
Adanya potensi gempa bumi di Ibu Kota Negara yang baru di Kalimantan Timur ini harus diantisipasi dengan membangun bangunan pemerintah anti gempa bumi, karena ancaman adanya bencana gempa bumi tetap ada.
Baca Juga: Resmi, Ibu Kota Baru di Penajam Paser Utara dan Sebagian Kutai Kartanegara