Dekati Matahari, NASA Terkejut Temukan Ini

Parker Solar Probe, pesawat antariksa NASA yang kini telah berada pada jarak 24 juta kilometer dari Matahari.

Agung Pratnyawan | Amelia Prisilia

Posted: Sabtu, 07 Desember 2019 | 16:45 WIB
Ilustrasi Parker Solar Probe yang mendekati Matahari. (NASA)

Ilustrasi Parker Solar Probe yang mendekati Matahari. (NASA)

Hitekno.com - NASA memang tidak berhenti dari masa ke masa dalam usaha untuk mengenal alam semesta terutama antariksa. Yang terbaru, pesawat antariksa NASA belum lama ini mendekati Matahari dan menemukan hal mengejutkan. Kira-kira apa?

Berada di jarak paling dekat dengan Matahari, NASA menemukan berbagai hal menarik yang berasal dari data kiriman pesawat antariksa miliknya tersebut.

Adalah Parker Solar Probe, pesawat antariksa NASA yang diluncurkan pertama kali meluncur pada 2018 lalu, kini telah berada pada jarak 24 juta kilometer dari Matahari.

Baca Juga: Hidup di Laut Dalam, Cumi-Cumi Raksasa Terekam Kamera

Secara angka mungkin ini nampak jauh, namun untuk mendekati Matahari, jarak ini sangat dekat.

Melansir dari The Guardian, Parker Solar Probe memuat data yang mampu menjelaskan beberapa misteri yang selama ini sulit dipecahkan.

Beberapa yang diupayakan agar diketahui rahasianya adalah mengenai bagaimana Matahari disebut korona dan asal muasal angin Matahari.

Baca Juga: Asteroid Disebut Bisa Sebabkan Kiamat, Ilmuwan Eropa Sepakati Misi Ini

Angin Matahari bukanlah hal main-main, fenomena dahsyat di antariksa ini mampu memicu gangguan pada bidang magnetis planet Bumi hingga mengacaukan teknologi komunikasi di Bumi. Makin mengerikan, hal ini bahkan dapat terjadi kapan saja tanpa bisa diprediksi sebelumnya.

Ilustrasi matahari. (pixabay/qimono)
Ilustrasi matahari. (pixabay/qimono)

Pendekatan pesawat antariksa NASA pada Matahari ini membuat para astronom dapat memperhatikan dengan jelas struktur magnetis di korona Matahari. Diduga kuat angin Matahari yang mengancam tersebut muncul melalui lubang kecil korona.

Menurut penelitian para ilmuwan, angin Matahari pada dasarnya memiliki dua komponen. Satu yang bergerak 700 kilometer per detik dan lainnya yang bergerak lambat di bawah 500 kilometer per detik.

Baca Juga: Menyala di Kegelapan, Hiu Baru Laut Dalam Ini Pemangsa yang Sadis

Berdasarkan pengamatan tersebut, terungkap bahwa angin Matahari yang lambat telah bergerak masuk ke korono di sekitar ekuator Matahari.

Usai melakukan penelitian lebih lanjut, diketahui bahwa korona memiliki panas yang lebih dahsyat jika dibandingkan dengan permukaan Matahari.

Ilmuwan percaya jika hal ini karena angin Matahari yang dilepaskan secara eksplosif bukan radiasi aliran yang tenang.

Baca Juga: Analisa Terbaru, Ilmuwan Sebut Bumi Bisa Kiamat Karena Asteroid

Logo NASA. (Shutterstock)
Logo NASA. (Shutterstock)

Selain angin Matahari yang berbahaya, debu Matahari juga ternyata begitu mengancam. Debu ini diduga merupakan sisa asteroid dan komet yang berada terlalu dekat dengan Matahari hingga kemudian hancur dan meninggalkan jejak debu.

Menurut rencana, Parker Solar Probe akan berada lebih dekat lagi dengan Matahari hingga jarak 6 juta kilometer dari permukaannya. Jika berhasil, Parker Solar Probe mencetak rekor sebagai yang paling dekat setelah Helios 2 pada 1976 lalu.

Sedikit penjelasan, Parker Solar Probe diciptakan khusus untuk mendekati Matahari. Bodi pesawat antariksa ini didesain dengan material khusus dan desain yang tidak konvensional. Tameng panas Parker Solar Probe dibuat dari keramik putih yang dapat menahan temperatur hingga 1.400 derajat celcius.

Berita Terkait
Berita Terkini

Tidak hanya direncanakan sebagai objek wisata, air dari Sendang Tirto Wiguno juga akan diolah menjadi air minum bagi war...

sains | 20:58 WIB

Keputih, yang dulunya menjadi tempat pembuangan akhir (TPA) Kota Surabaya, kini telah bertransformasi menjadi kampung la...

sains | 20:50 WIB

Program Kampung Berseri Astra (KBA) telah menjadi harapan baru bagi warga di kawasan 13 Ulu....

sains | 20:42 WIB

Setaman adalah nama singkatan dari Sehat Perkata dan Nayaman....

sains | 16:31 WIB

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB