Hitekno.com - Para raksasa teknologi segera menghadapi tuntutan serius setelah dituduh dan diduga "ikut berkontribusi" atas kasus kematian anak yang bekerja di tambang kobalt. Tak tanggung-tanggung, firma hukum internasional menuntut beberapa raksasa teknologi termasuk Apple, Microsoft, Dell, Alphabet dan Tesla.
Mereka mengatasnamakan keluarga yang kehilangan anak-anaknya karena bekerja di tambang kobalt.
Beberapa keluarga juga mengklaim bahwa anak-anak mereka mengalami kecacatan setelah bekerja di tambang kobalt.
Baca Juga: Bertenaga Matahari, JBL Klaim Headphone Terbarunya Tahan Lama
Sebagai referensi, kobalt sangat penting untuk membuat baterai lithium-ion yang dapat diisi ulang.
Baterai lithium-ion banyak digunakan di banyak perangkat seperti smartphone, speaker, perangkat elektronik portabel hingga industri militer serta kendaraan listrik.
Pasokan logam dunia terutama kobalt dimulai dari Republik Demokratik Kongo (RDK).
Baca Juga: Dikenal Sebagai Bapak Teknologi Indonesia, Ini Deretan Karya BJ Habibie
Negara miskin yang terletak di Afrika bagian tengah tersebut diketahui mengekspor lebih dari 60 persen kobalt dunia.
Banyak laporan yang menyatakan bahwa Kongo tidak memiliki pengawasan ketat sehingga mengizinkan pekerja anak untuk menambang logam.
Dalam situs resminya, firma International Rights Advocates (IRA) mengunggah dokumen tuntutan mereka kepada 5 raksasa teknologi.
Baca Juga: 500 Perusahaan Terkaya di Dunia, Apple Memimpin di Sektor Teknologi
Pada hari Minggu (15/12/2019) mereka sudah melengkapi semua dokumen dan bersiap menuntut Apple, Microsoft, Dell, Alphabet, dan Tesla di pengadilan Washington DC.
International Rights Advocates mengatasnamakan 14 orang tua di mana anak-anak mereka menjadi korban atas tambang kobalt di Kongo.
Mereka menuduh bahwa kelima raksasa teknologi tersebut tahu kobalt yang mereka gunakan namun tidak melakukan apa-apa.
Baca Juga: Berkunjung ke Apple Park, Markas Teknologi Paling Megah di Dunia
"Anak-anak yang menambang kobalt tidak hanya dipaksa bekerja penuh waktu, namun mereka juga dihadapkan dengan risiko yang sangat berbahaya. Mereka telah mengorbankan pendidikan dan masa depan mereka. Bahkan anak-anak secara teratur dapat mengalami cacat dan terbunuh oleh runtuhnya terowongan dan bahaya lain pada penambangan kobalt di Kongo," kata IRA dalam tuntutannya.
Dikutip dari Futurism, juru bicara dari Dell dan Apple mengakui bahwa mereka tetap mengawal kasus tersebut.
Mereka mengklaim telah menetapkan standar ketat untuk pemasok sehingga hal di atas kemungkinan tidak ada hubungannya dengan perusahaan mereka.
Namun, jika klaim keluarga yang menuntut raksasa teknologi itu benar dan menang di pengadilan, maka Microsoft, Apple, Dell, Alphabet, dan Tesla bisa mendapatkan hukuman yang serius.