Belum Terpecahkan, Ilmuwan Menemukan "Populasi Hantu" di Suku Afrika Kuno

Ilmuwan masih mencari keberadaan suku kuno misterius yang diyakini pernah hidup di Afrika ribuan tahun lalu.

Dinar Surya Oktarini | Rezza Dwi Rachmanta

Posted: Selasa, 28 Januari 2020 | 13:30 WIB
Ilustrasi fosil tengkorak. (Pixabay/ shauking)

Ilustrasi fosil tengkorak. (Pixabay/ shauking)

Hitekno.com - Penelitian mengenai DNA yang dimiliki oleh sebuah suku kuno dari Afrika Tengah menghasilkan sebuah kesimpulan yang mengejutkan. Ilmuwan menemukan sebuah asal DNA yang masih misterius sehingga dijuluki sebagai "Ghost Population" atau Populasi Hantu.

Selama Zaman Batu di tempat yang sekarang merupakan Kamerun sebelah barat, empat anak yang meninggal dikuburkan di bawah sebuah batu.

Ribuan tahun kemudian, sebuah analisis DNA purba yang ditemukan di tulang mereka telah mengungkapkan rahasia tentang orang-orang yang hidup di sana ribuan tahun lalu.

Baca Juga: Setelah Kebakaran Hutan, Australia Dapat Teror Laba-Laba Beracun

Penemuan paling mengejutkan adalah anak-anak tersebut tidak terkait dengan orang-orang yang kini menganut budaya dan bahasa Bantu di era Afrika modern.

Sebaliknya, anak-anak suku kuno itu secara genetik lebih dekat dengan kelompok pemburu-pengumpul Afrika Tengah saat ini.

Ilustrasi tengkorak. (Pixabay/ Devanath)
Ilustrasi tengkorak. (Pixabay/ Devanath)

Seharusnya, menurut prediksi ilmuwan sebelumnya, anak-anak yang dianggap sebagai nenek moyang suku Afrika Tengah secara genetik terikat dengan orang-orang yang kini menganut rumpun bahasa Bantu, bahasa yang digunakan oleh sebagian suku Afrika Tengah dan Afrika Timur.

Baca Juga: Jadi Mesin Hidup Pertama di Dunia, DNA Katak Ini "Dirakit" Lewat Komputer

Ilmuwan berspekulasi bahwa itu ada kemungkinan dari percampuran genetik "Populasi Hantu".

Bukan sesuatu yang mistis, Populasi Hantu yang dimaksud adalah sebuah populasi suku kuno di mana orang-orang itu belum pernah tercatat pada penelitian ilmuwan.

Dikutip dari Live Science, penelitian ini telah diterbitkan di jurnal Nature pada 22 Januari 2020.

Baca Juga: Ilmuwan Menganalisis DNA dari Loch Ness, Temuannya Sangat Mengejutkan

Ilmuwan dari Harvard Medical School berfokus meneliti empat anak yang hidup pada masa peralihan Zaman Batu ke Zaman Logam.

Beberapa fosil tulang yang diteliti termasuk milik dua orang bocah laki-laki berusia 4 tahun dan 15 tahun yang diyakini telah dikubur sekitar 8 ribu tahun lalu.

Baca Juga: Tersembunyi di Gading Ilegal, Ilmuwan Temukan DNA Mammoth

Para peneliti juga menganalis seorang anak perempuan berusia 4 tahun dan seorang bocah lelaki berusia 8 tahun yang dikuburkan kira-kira 3 ribu tahun lalu.

Dikutip dari Live Science, meskipun mereka hidup terpisah selama ribuan tahun, anak-anak tersebut sebenarnya merupakan sepupu jauh.

Sepertiga dari DNA mereka berasal dari leluhur yang lebih dekat hubungannya dengan pemburu dan pengumpul di Afrika Tengah.

"Dua pertiga dari DNA lainnya yang kami temukan berasal dari sumber kuno di Afrika Barat, termasuk Populasi Hantu yang telah lama hilang dan belum kita ketahui sebelumnya," kata David Reich, ilmuwan sekaligus ahli genetika populasi di Universitas Harvard.

Penelitian ini menegaskan bahwa individu Shum Laka yang dikenal oleh ilmuwan bukanlah nenek moyang orang-orang yang berbahasa Bantu, setidaknya menurut DNA keempat anak ini.

Ilmuwan masih berusaha mencari Populasi Hantu yang berperan dalam menyumbang dua pertiga DNA dari anak-anak suku kuno itu sehingga mereka dapat menemukan sebuah suku kuno misterius yang pernah hidup di Afrika ribuan tahun lalu.

Berita Terkait
Berita Terkini

Tidak hanya direncanakan sebagai objek wisata, air dari Sendang Tirto Wiguno juga akan diolah menjadi air minum bagi war...

sains | 20:58 WIB

Keputih, yang dulunya menjadi tempat pembuangan akhir (TPA) Kota Surabaya, kini telah bertransformasi menjadi kampung la...

sains | 20:50 WIB

Program Kampung Berseri Astra (KBA) telah menjadi harapan baru bagi warga di kawasan 13 Ulu....

sains | 20:42 WIB

Setaman adalah nama singkatan dari Sehat Perkata dan Nayaman....

sains | 16:31 WIB

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB