Hitekno.com - Dunia kini tengah bergelut melawan pandemi COVID-19 yang disebabkan virus corona jenis baru, SARS-CoV-2. Kapan pandemi ini akan berakhir? Para peneliti tengah memprediksinya.
Hampir 3 bulan sudah warga dunia berjibaku dengan kemelut padnemi Covid-19. Banyak yang berharap pandemi virus corona ini segera berakhir sehingga semua kembali hidup normal.
Sempat beredar bahwa virus dengan nama ilmiah SARS-CoV-2 ini lebih sulit bertahan dan menyebar di daerah beriklim panas. Benarkah?
Baca Juga: Prediksi Peneliti, Puluhan Ribu Kasus COVID-19 Tak Terdeteksi di Indonesia
Seperti dikutip dari Live Science, Rabu (25/3/2020), sebuah penelitian menyebutkan bahwa virus corona baru ini tidak akan menyebar secara signifikan di daerah beriklim hangat.
Hal ini berbeda dengan daerah yang memiliki kelembaban tinggi atau daerah dingin.
Meski demikian, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Social Science Research Network ini masih butuh penelitian lebih lanjut.
Baca Juga: Peneliti Sebut Separuh Penduduk Indonesia Bisa Terinfeksi Jika Tak Lockdown
Namun, riset itu cukup untuk memberikan gambaran sekilas bagaimana musim panas yang akan datang bisa memberikan harapan.
Dalam penelitian itu, Qasim Bukhari dan Yusuf Jameel dari Massachusets Institute of ology melakukan analisis kasus COVID-19 secara global.
Mereka menemukan 90 persen infeksi Virus Corona COVID-19 terjadi di daerah yang suhunya berada di antara 37,4 hingga 62,2 derajat fahrenheit (setara 3 hingga 17 derajat celcius) dan tingkat kelembaban absolut 4 hingga 9 gram per meter kubik (g/m3).
Baca Juga: CEK FAKTA: Virus Corona Tidak Menular Lewat Udara, Ini Penjelasan WHO
Sedangkan di negara dengan suhu rata-rata lebih besar dari 64,4 F (setara 18 derajat celcius) dan kelembaban lebih dari 9 g/m3, jumlah kasus Covid-19 yang menginfeksi kurang tidak sampai 6 persen dari total kasus secara global.
"Ini menunjukkan bahwa penularan virus nCoV 2019 mungkin kurang efektif di iklim lembab yang jauh lebih hangat," ungkap para peneliti.
Mereka juga mencatat bagaimana sebagian besar kasus transmisi Corona Covid-19 terjadi di daerah yang relatif lembab.
Baca Juga: Penelitian Baru, Virus Corona Bisa Bertahan Lama di Permukaan Benda
Namun, bukan berarti di musim panas orang bebas meninggalkan social distancing lalu kembali ke bar, mendatangi konser serta berkerumun.
Akan tetapi, ada lebih dari 10.000 kasus Corona Covid-19 terjadi di daerah dengan suhu rata-rata 18 derajat celcius (atau setara 64,6 derajat F), seperti data sejak 15 Maret 2020.
Artinya peran suhu yang lebih hangat untuk memperlambat penyebaran bisa terjadi dengan suhu yang jauh lebih tinggi.
Di Indonesia sendiri, suhu rata-rata di sejumlah daerah berkisar antara 23-32 derajat celsius. Meski demikian, virus itu telah menyebar dan menginfeksi 686 pasien dan 55 di antaranya meninggal.
"Saya pikir memang tidak masuk akal kita berharap bahwa virus ini akan mereda di bulan-bulan musim panas. Tapi, tetap saja itu mungkin bisa memberikan kita harapan," ungkap Dr. William Schaffner, Spesialis Penyakit Menular Vanderbilt University diTennessee.
Tidak jelas memang mengapa suhu sangat memengaruhi virus flu seperti COVID-19. Tapi, hal itu bisa jadi karena saat kita menghembuskan napas, beberapa virus di bagian belakang tenggorokan terdorong keluar.
"Dan jika kita melihat dengan mikroskop dan memperhatikan virus itu, kita akan melihat bahwa virus dilindungi oleh bola mikroskopis yang melembabkan," tambah Schaffne.
Itulah prediksi para peneliti dan ahli kesehatan tentang kapan pandemi COVID-19 yang disebabkan virus corona baru ini akan berakhir. (Suara.com/ Dini Afrianti Efendi).