Menakjubkan, NASA Ungkap Penampakan Erupsi Gunung Anak Krakatau

Anak Gunung Krakatau mengalami erupsi pada 11 April lalu, melontarkan gumpalan uap hingga 1.000 kaki di udara.

Dinar Surya Oktarini

Posted: Minggu, 19 April 2020 | 16:00 WIB
Citra Satelit Gunung Anak Krakatau pasca Erupsi. (LAPAN)

Citra Satelit Gunung Anak Krakatau pasca Erupsi. (LAPAN)

Hitekno.com - Pada 11 April 2020 lalu, Gunung Anak Krakatau muntahkan gumpalan uap hingga 1.000 kaki di udara. Hingga kini belum ada laporan mengenai korban, namun ledakan dari gunung berapi tersebut sangat besar dan terlihat dari satelit pemantauan Bumi NASA.

NASA telah menganalisis letusan dari atas untuk menentukan apa yang sebenarnya meletus dari gunung berapi. Verity Flower, seorang ahli vulkanologi USRA yang berbasis di Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA, mengatakan bahwa lokasi ada kumpulan asap itu menunjukkan bahwa itu berasal dari gunung berapi.

"Pada 12 April, saya melihat fitur serupa di salah satu gambar MISR sudut dengan fitur seperti bulu di atas puncak gunung berapi," ujarnya dilansir laman Express.co.uk, Minggu (19/4/2020).

Baca Juga: Terpopuler: Aturan IMEI Berlaku dan Antar Makanan Meski Usai Kecelakaan

Berdasarkan warna bulu-bulu di gambar di atas, Flower berpikir itu kemungkinan besar terdiri dari uap air dan gas.

"Partikel-partikel kecil yang reflektif ini membuat bulu-bulu tampak putih. Sebaliknya, partikel abu yang lebih besar dan lebih gelap cenderung terlihat abu-abu atau cokelat dalam gambar warna alami," jelasnya.

Bagian yang lebih gelap dari bulu-bulu muncul seolah berada di ketinggian yang lebih rendah.

Baca Juga: Tak Cuma Google, Samsung Juga Sematkan Aplikasi Cuci Tangan di Smartwatch

Menurut NASA, ini menunjukkan bahwa bulu yang lebih gelap terdiri dari materi yang lebih padat seperti debu.

"Ada kemungkinan partikel abu yang lebih berat yang dipancarkan tinggal lebih rendah di atmosfer dan diangkut ke utara oleh angin dekat permukaan. Sebaliknya, setiap air dan gas di dalam bulu, yang lebih ringan, akan diangkut lebih tinggi dan akan mengembun dengan cepat di atmosfer," papar Flower.

Penampakan erupsi Anak Gunung Krakatau. [Nasa]
Penampakan erupsi Anak Gunung Krakatau. [Nasa]

Seperti diketahui, Indonesia berada di sepanjang wilayah Ring of Fire, daerah di mana sebagian besar letusan gunung berapi dunia terjadi. Cincin Api telah melihat sejumlah besar aktivitas dalam beberapa hari terakhir, tetapi Indonesia telah terpukul keras karena posisinya di grid besar lempeng tektonik.

Baca Juga: Gamescom 2020 Resmi Dibatalkan, Event Digital Disiapkan

Negara kepulauan berada di titik pertemuan tiga lempeng benua utama - Pasifik, lempeng Eurasia dan Indo-Australia - dan lempeng Filipina yang jauh lebih kecil. Akibatnya, beberapa gunung berapi di pulau-pulau Indonesia rawan meletus.

Indonesia adalah rumah bagi sekitar 400 gunung berapi, dari 127 di antaranya saat ini aktif, terhitung sekitar sepertiga dari gunung berapi aktif di dunia.

Penampakan erupsi Anak Gunung Krakatau. [Nasa]
Penampakan erupsi Anak Gunung Krakatau. [Nasa]

Letusan paling menghancurkan sejarah modern keduanya berasal dari Indonesia, di Tambora pada 1815 dan terbesar kedua, Krakatau pada 1883.

Baca Juga: LAPAN Bagikan Foto Gunung Anak Krakatau Setelah Terjadi Erupsi

Gunung Agung sebelumnya meletus pada 1963, peristiwa gunung berapi paling eksplosif abad ke-20.

Sebagian besar gunung berapi di Indonesia termasuk dalam Arc Vulkanik Sunda, bentangan 3.000 km dari barat laut Sumatra ke laut Banda.(Suara.com/Dythia Novianty)

Berita Terkait
Berita Terkini

Tidak hanya direncanakan sebagai objek wisata, air dari Sendang Tirto Wiguno juga akan diolah menjadi air minum bagi war...

sains | 20:58 WIB

Keputih, yang dulunya menjadi tempat pembuangan akhir (TPA) Kota Surabaya, kini telah bertransformasi menjadi kampung la...

sains | 20:50 WIB

Program Kampung Berseri Astra (KBA) telah menjadi harapan baru bagi warga di kawasan 13 Ulu....

sains | 20:42 WIB

Setaman adalah nama singkatan dari Sehat Perkata dan Nayaman....

sains | 16:31 WIB

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB