Gletser di Alaska Mencair, Ilmuwan Prediksi Bisa Picu Tsunami

Tak hanya itu, kejadian gletser mencari ini diprediksi juga bisa menyeret jutaan ton batu ke kota terdekat.

Agung Pratnyawan

Posted: Minggu, 17 Mei 2020 | 15:45 WIB
Ilustrasi gletser. (Pixabay)

Ilustrasi gletser. (Pixabay)

Hitekno.com - Para ilmuwan mengeluarkan peringatan adanya gletser mencari di Alaska. Hal ini diprediksi bisa memicu bencana Tsunami pada tahun depan.

Tak hanya itu, kejadian gletser mencari ini diprediksi juga bisa menyeret jutaan ton batu ke kota terdekat.

Ilmuwan menemukan adanya kemiringan gunung yang tidak stabil di Alaska yang dapat memicu bencana tsunami pada tahun depan dan kemungkinan dalam 20 tahun mendatang.

Baca Juga: Berkurang 5 KM, Gletser Antartika Ini Tenggelam ke Ngarai Terdalam di Dunia

Mereka memperkirakan, longsoran gletser yang mengangkut jutaan ton batu dari pegunungan Alaska akan mengalir ke wilayah Prince William Sound dan berpotensi menimbulkan kerusakan yang besar di lokasi wisata tersebut.

Dalam sebuah surat terbuka yang ditandatangani oleh 14 ilmuwan, gletser dari lereng Barry Glacier di pegunungan Alaska semakin mencair akibat efek pemanasan global.

Temperatur yang kian memanas hanya menyisakan sepertiga dari lereng yang masih ditutupi oleh es. Tapi gempa bumi, gelombang panas, atau curah hujan yang besar dapat memicu bencana tanah longsor.

Baca Juga: Ada Air Hangat di Bawah Gletser Antartika, Efek Seram Ini Jadi Ancaman

Prince William Sound sendiri terletak 60 mil sebelah timur Anchorage dan merupakan area pelabuhan dan merupakan bagian dari Sistem Pipa Trans-Alaska.

Ilustrasi gletser. (Pixabay)
Ilustrasi gletser. (Pixabay)

Steve Masterman, Direktur Division of Geological Suveys mengatakan bahwa stafnya telah menemukan bukti yang memungkinkan Barry Glacier melepaskan jutaan ton batu ke Harriam Fiord, pusat kota Prince William Sound.

"Kejadian pertama dari tsunami-tsunami ini dimulai pada 1958, ketika tanah longsor memasuki Teluk Lituya Fiord dan menghasilkan gelombang yang mencapai 1.700 kaki," kata Masterman seperti dilansir laman Daily Mail, Minggu (17/5/2020).

Baca Juga: Perubahan Iklim, Gletser Himalaya Mencair Dua Kali Lebih Cepat

"Yang paling terakhir terjadi di Gletser Taan Alaska Tenggara pada 2015, yang ombaknya mencapai 600 kaki di lereng seberang lembah gletser," imbuhnya.

Dari banyaknya faktor yang bisa menyebabkan tsunami, perubahan iklim punya andil penting dalam bencana tersebut, karena bagian utara Bumi itu memanas dua kali lebih cepat ketimbang tempat lainnya sehingga mengakibatkan gletser mencair.

"Kami hanya memiliki data awal yang menunjukkan potensi penyebaran tsunami. Efeknya akan sangat parah di dekat tempat tanah longsor. Selain itu, daerah perairan dangkal, atau dataran rendah di dekat pantai, juga berada dalam bahaya," tulis para ilmuwan dalam surat terbukanya.

Baca Juga: Sebagian Gletser di Himalaya Diprediksi Mencair, Ini Peringatan Studi

Dalam surat yang sama, para ilmuwan memprediksi bahwa tanah longsor dan tsunami ini mungkin terjadi tahun depan, disusul 20 tahun kemudian. Mereka juga meyakini bahwa daerah yang paling berisiko terdampak tsunami adalah Barry Arm dan Harriman Fiord.

Sebelum membuat surat terbuka ini, para ilmuwan telah membandingkan gambar lereng yang diambil dari 2009 hingga 2015, dan menemukan bahwa gletser telah bergerak sejauh 600 kaki selama periode waktu tersebut.

Itulah kejadian gletser mencari di Alaskan yang menjadi perhatian ilmuwan. Terlebih diprediksi bisa memicu tsunami. (Suara.com/ Tivan Rahmat).

Berita Terkait
Berita Terkini

Tidak hanya direncanakan sebagai objek wisata, air dari Sendang Tirto Wiguno juga akan diolah menjadi air minum bagi war...

sains | 20:58 WIB

Keputih, yang dulunya menjadi tempat pembuangan akhir (TPA) Kota Surabaya, kini telah bertransformasi menjadi kampung la...

sains | 20:50 WIB

Program Kampung Berseri Astra (KBA) telah menjadi harapan baru bagi warga di kawasan 13 Ulu....

sains | 20:42 WIB

Setaman adalah nama singkatan dari Sehat Perkata dan Nayaman....

sains | 16:31 WIB

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB