Kenapa Rute Pesawat Terbang Tidak Lewat Samudra Pasifik dan Gunung Everest?

Di peta terlihat lebih dekat, namun kenapa pesawat terbang lebih memilih jalur lain?

Agung Pratnyawan

Posted: Kamis, 14 Januari 2021 | 08:30 WIB
Ilustrasi pesawat terbang. (unsplash/Jordan Sanchez)

Ilustrasi pesawat terbang. (unsplash/Jordan Sanchez)

Hitekno.com - Sebagian besar maskapai penerbangan komersial tidak terbang secara langsung melintasi Samudra Pasifik dan lewat atas Gunung Everest, kenapa demikian?

Jika dilihat dari peta, untuk menuju Asia dari Amarika Serikat maupun sebaliknya akan lebih singkat jika ditarik langsung melewati atas Samudra Pasifik.

Namun kenapa kebanyakan pesawat terbang tidak membuat rute langsung melintasi atas Samudra Pasifik. Sebaliknya, maskapai penerbangan akan memilih rute "melengkung" yang mencakup daratan.

Baca Juga: 5 Daftar Teknologi yang Bikin Penerbangan Pesawat Lebih Aman

Menurut Monroe Aerospace, alasan utama pesawat tidak terbang di atas Samudra Pasifik adalah karena rute melengkung lebih pendek daripada rute lurus.

Rute lurus tidak menawarkan jarak terpendek antara dua lokasi. Baik maskapai komersial yang terbang dari Amerika Serikat ke Asia atau tempat lain, itu akan memiliki penerbangan tercepat dan paling hemat bahan bakar dengan melakukan penerbangan melengkung.

Selain itu, rute melengkung yang menghubungkan Amerika Serikat ke Asia dan sebaliknya juga lebih aman daripada rute lurus yang menghubungkan kawasan yang sama.

Baca Juga: Bisa Lacak Penerbangan Pesawat, Ini Cara Kerja Aplikasi Flightradar24

Maskapai komersial biasanya terbang dengan rute melengkung ke utara yang melintasi Kanada dan Alaska. Karena itu, pesawat menghabiskan lebih sedikit waktu di atas Samudra Pasifik dan memungkinkan pendaratan darurat jika diperlukan.

Ilustrasi Samudera Pasifik. [Shutterstock]
Ilustrasi Samudera Pasifik. [Shutterstock]

Di sisi lain, pesawat komersial juga sering menghindari penerbangan di atas Gunung Everest.

Dilansir dari India Today pada Selasa (12/1/2021), Himalaya memiliki pegunungan yang lebih tinggi dari 20.000 kaki, termasuk Gunung Everest dengan ketinggian sekitar 29.035 kaki.

Baca Juga: Mengenal Critical Eleven, 11 Menit Paling Menegangkan di Pesawat

Namun, meski sebagian besar pesawat komersial dapat terbang pada ketinggian 30.000 kaki, tetapi penerbangan harus dilakukan di bawah stratosfer.

Udara di stratosfer sangat tipis dengan kadar oksigen yang rendah. Hal itu akan menyebabkan turbulensi udara dan ketidaknyamanan penumpang.

Selain itu, kekuatan angin akan semakin kencang dan adanya pegunungan membuat manuver pesawat semakin sulit.

Baca Juga: Terjatuh dari Pesawat, iPhone 6s Ini Ditemukan Masih Berfungsi

Risiko kehabisan oksigen juga dapat terjadi karena maskapai penerbangan biasanya hanya memiliki oksigen selama 20 menit.

Dalam situasi di mana persediaan oksigen habis, penerbangan harus turun ke ketinggian setidaknya 10.000 kaki untuk mengisi oksigen, tetapi hal itu tidak dapat dilakukan di wilayah Himalaya.

Gunung Everest. (unsplash/howling red)
Gunung Everest. (unsplash/howling red)

Alasan lainnya adalah Angkatan Udara India dan Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat melakukan sesi pelatihan di wilayah tersebut. Umumnya, pihak berwenang membatasi maskapai penerbangan komersial untuk terbang di atasnya.

Itulah alasan kenapa kebanyakan pesawat mengindari terbang langsung di atas Samudra Pasifik dan Gunung Everest, karena terlalu berisiko dan menghindari kecelakaan. (Suara.com/ Lintang Siltya Utami).

Berita Terkait
Berita Terkini

Tidak hanya direncanakan sebagai objek wisata, air dari Sendang Tirto Wiguno juga akan diolah menjadi air minum bagi war...

sains | 20:58 WIB

Keputih, yang dulunya menjadi tempat pembuangan akhir (TPA) Kota Surabaya, kini telah bertransformasi menjadi kampung la...

sains | 20:50 WIB

Program Kampung Berseri Astra (KBA) telah menjadi harapan baru bagi warga di kawasan 13 Ulu....

sains | 20:42 WIB

Setaman adalah nama singkatan dari Sehat Perkata dan Nayaman....

sains | 16:31 WIB

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB