Hitekno.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan gempa terkini yang melanda Nias dengan magnitudo 6,7 (sebelumnya disebut bermagnitudo 7,2) pada Jumat (14/5/2021) dan telah diikuti beberapa gempa susulan.
Kabar gempa terkini ini disampaikan oleh Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono.
Dalam keterangannya yang diperoleh via aplikasi pesan singkat, Daryono menjelaskan bahwa hingga pukul 16.18 WIB sore ini, sudah terjadi gempa susulan(aftershock) sebanyak 13 kali di Nias, Sumatra Barat. Salah satu gempa susulan itu berkekuatan di atas magnitudo 5.
Baca Juga: Beredar Hoaks Potensi Idul Fitri di 12 Mei 2021, Ini Penjelasan BMKG
Sementara BMKG, lewat akun Twitter resminya, pada pukul 16.30 WIB mengumumkan masih terjadi gempa berkekuatan 5,3 di Nias Barat, Sumatra Utara.
Bukan megathrust
Lebih lanjut Daryono menjelaskan bahwa gempa Nias yang terjadi pada sekitar pukul 13.33 WIB itu adalah jenis gempa dangkal di zona outer-rise yaitu zona sumber gempa di luar zona subduksi (megathrust).
Baca Juga: Siklon Tropis Seroja Terkuat Kedua Setelah Kenanga, Ini Penjelasan BMKG
"Gempa yang terjadi bukan gempa megathrust," tegas Daryono.
Ini terlihat dari episenter gempa yang tampak di peta berada di luar zona subduksi. Selain itu hasil analisis BMKG menunjukkan gempa ini memiliki mekanisme sesar turun (normal fault), yang menguatkan bahwa gempa ini bersumber di zona deformasi akibat terbangunnya gaya tarikan atau regangan.
"Inilah yang menjadi ciri sumber gempa outer rise. Gaya tektonik yang bekerja di zona ini bukan kompresional atau menekan, tapi gaya ektensional atau tarikan karena merupakan zona bending (regangan)," jelas Daryono.
Baca Juga: Penjelasan BMKG: Pemicu Gempa Sukabumi Mirip dengan Gempa Malang
Diabaikan, tetapi berbahaya
Outer rise, beber Daryono, merupakan zona gempa yang selama ini terabaikan, karena kalah populer dari zona sumber gempa megathrust. Meskipun terabaikan, tetapi tidak kalah berbahaya dan dapat memicu terjadinya tsunami.
"Di Indonesia sudah dua kali terjadi tsunami akibat gempa yang bersumber di zona outer rise, yaitu Tsunami destruktif di Sumbawa 1977 dan Tsunami Jawa 1921," terang Daryono.
Baca Juga: BMKG: Ketimbang Peringatan Cuaca Ekstrem, Publik Lebih Peduli Atta-Aurel
Tsunami Lunyuk, Sumbawa, pada 19 Agustus 1977 dipicu oleh gempa magnitudo 8,3 yang oleh para ahli gempa populer disebut sebagai The Great Sumba telah memicu tsunami setinggi sekitar 8 meter dan menewaskan lebih dari 300 orang.
Selain itu tsunami Sanriku di Jepang tahun 1933 dipicu oleh gempa berkekuatan 8,6 yang bersumber di zona outer rise. Tsunami ini menewaskan lebih dari 3.000 orang.
Selanjutnya adalah peristiwa tsunami Samoa di Pasifik yang terjadi pada 29 September 2009. Gempa kuat dengan magnitudo 8,1 di zona outer rise dekat subduksi Tonga juga memicu tsunami dahsyat yang menewaskan 189 orang.
"Catatan tsunami yang bersumber di luar zona subduksi di atas kiranya cukup untuk dijadikan pelajaran untuk kita semua bahwa zona outer rise (termasuk) di wilayah Indonesia merupakan zona gempa pemicu tsunami yang patut diwaspadai dan tidak boleh diabaikan," tutup Daryono.
Itulah laporan gempa terkini dari BMKG, gempat magnitudo 6,7 melanda Nias dan telah terjadi 13 gempa susulan. (Suara.com/ Liberty Jemadu).