Hitekno.com - Menurut pengamatan NASA, Matahari telah menyemburkan 17 letusan belum lama ini. Kejadian ini berpotensi terjadi badai Matahari yang diduga bisa mengenai Bumi.
Dilaporkan Suara.com (30/3/2022), semburan 17 letusan tersebut berasal dari satu bintik pusat tata surya kita ini dalam beberapa hari terakhi.
Letusan Matahari tersebut berasal dari bintik Matahari yang terlalu aktif yang disebut AR2975.
Baca Juga: Setelah 50 Tahun, Akhirnya NASA Buka Sampel Batuan Bulan dari Misi Apollo 17
Menurut pengamatan yang dilakukan Solar Dynamics Observatory milik NASA, Matahari telah mengeluarkan letusan sejak Senin (28/3/2022).
Bintik Matahari adalah letusan pada Matahari yang terjadi ketika garis magnet berputar dan tiba-tiba sejajar kembali di dekat permukaan yang terlihat.
Terkadang, ledakan ini dikaitkan dengan Coronal Mass Ejections (CMEs) atau aliran partikel bermuatan yang melesat ke luar angkasa.
Baca Juga: Cetak Sejarah Baru, NASA Konfirmasi Temuan 5 Ribu Planet Ekstrasurya
"Letusan telah melemparkan setidaknya dua atau mungkin tiga CMEs ke Bumi," tulis SpaceWeather.com dari peristiwa tersebut.
NASA dan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) memperkirakan CMEs pertama, akan tiba pada Kamis (31/3/2022) dan setidaknya satu lainnya diperkirakan pada Jumat (1/4/2022).
Dilansir dari Space.com, Rabu (30/3/2022), pemodelan menunjukkan bahwa partikel yang dilepaskan dari letusan tersebut dapat menyebabkan badai geomagnetik G2 atau G3 (sedang).
Baca Juga: NASA Segera Terbangkan Dua Roket ke Aurora Borealis Aktif, untuk Apa?
Berdasarkan skala badai Matahari lima tingkat, NOAA menjelaskan G5 menjadi tingkat yang paling ekstrem.
Meski ada 17 letusan, 2022 diperkirakan menjadi tahun yang relatif tenang untuk Matahari, secara keseluruhan karena masih menuju awal siklus aktivitas Matahari 11 tahun yang dimulai pada Desember 2019.
Awal siklus biasanya memiliki lebih sedikit bintik Matahari dan lebih sedikit letusan.
Baca Juga: Kesalahan Teknis Kecil, NASA Kembali Tunda Peluncuran Misi Artemis ke Bulan
Aktivitas diperkirakan akan meningkat pada puncaknya pada pertengahan 2025 mendatang.
Saat ini, para ilmuwan memperdebatkan seberapa kuat siklus Matahari, meskipun perkiraan sejauh ini menunjukkan bahwa jumlah rata-rata bintik Matahari mungkin lebih rendah dari biasanya.
Meskipun kemungkinan badai memiliki tingkat sedang, NASA dan badan antariksa lainnya mengawasi aktivitas Matahari untuk meningkatkan prediksi cuaca Matahari.
Pasalnya, suar kuat yang mengarah ke Bumi bersama dengan CMEs dapat menyebabkan masalah seperti rusaknya saluran listrik dan menonaktifkan satelit.
Itulah laporan terbaru soal bintik Matahari yang mengeluarkan 17 letusan dari pengamatan NASA. Kejadian ini berpotensi mengeluarkan badai Matahari yang berdampak pada Bumi. (Suara.com/ Lintang Siltya Utami).