Hitekno.com - Menurut laporan terbaru, Bintik Matahari mati meledak pada Senin (11/4/2022) kemarin. Kejadian ini memicu ejeksi massal material Matahari yang menuju ke arah Bumi.
Dikutip HiTekno.com dari Suara.com, ledakan Matahari tersebut berasal dari bintik Matahari mati disebut AR2987.
Ledakan tersebut melepaskan banyak energi dalam bentuk radiasi, yang juga menyebabkan coronal mass ejection (CME).
Baca Juga: Terjadi 17 Letusan, Apakah Bumi Berpotensi Kena Badai Matahari?
Keduanya dapat memicu aurora yang lebih intens di atmosfer atas Bumi.
Menurut SpaceWeather, materi dalam CME itu kemungkinan akan berdampak pada Bumi pada 14 April 2022.
Bintik Matahari sendiri merupakan daerah gelap di permukaan Matahari. Itu disebabkan oleh fluks magnet yang kuat dari interior Matahari.
Baca Juga: Manfaat Energi Matahari untuk Kehidupan Sehari-hari, Bukan Hanya Menerangi
Dilansir dari Space.com, Rabu (13/4/2022), bintik-bintik ini bersifat sementara dan dapat berlangsung selama berjam-jam hingga berbulan-bulan.
Bintik Matahari AR2987 mengeluarkan ledakan Matahari kelas C pada pukul 5:21 Waktu Universal.
Ledakan seperti itu terjadi ketika plasma dan medan magnet di atas bintik Matahari memberi jalan di bawah tekanan dan berakselerasi ke luar.
Baca Juga: Apakah Gerhana Matahari Total 4 Desember Bisa Dilihat dari Indonesia?
Suar kelas C cukup umum dan jarang menimbulkan dampak langsung ke Bumi.
Terkadang, letusan Matahari dapat memicu lontaran massa korona, yang merupakan letusan besar plasma dan medan magnet dari Matahari yang bergerak ke luar angkasa dengan kecepatan jutaan mil per jam.
"Ledakan Matahari kelas C jarang memicu CME dan ketika terjadi, CME biasanya lambat dan lemah," tulis SpaceWeatherLive.
Baca Juga: Ditemukan Patung Kepala Domba Raksasa Terkait Dewa Matahari, Mirip Sphinx?
Ketika CME menghantam medan magnet di sekitar Bumi, partikel bermuatan dalam ejeksi dapat melakukan perjalanan menuruni garis medan magnet yang berasal dari Kutub Utara dan Selatan.
Kemudian berinteraksi dengan gas di atmosfer, melepaskan energi dalam bentuk foton dan menciptakan aurora.
Selama masa tenang di permukaan Matahari, aliran partikel yang dikenal sebagai angin Matahari cukup untuk memicu aurora di daerah kutub.
Selama CME yang lebih besar, maka gangguan yang ditimbulkan juga akan lebih besar pada medan magnet planet. Artinya, aurora mungkin muncul dalam rentang yang lebih luas.
CME yang dilepaskan pada Senin mungkin menghasilkan badai geomagnetik kecil (G1) pada 14 April.
Ini mungkin akan memberikan dampak kecil pada operasi satelit dan fluktuasi lemah di jaringan listrik.
Itulah laporan terkini adanya ledakan dari bintik Matahari yang memicu ejeksi massal material ke arah Bumi. (Suara.com/ Lintang Siltya Utami).