Ditemukan Bintik Matahari Seukuran Planet, Terus Tumbuh dengan Cepat

Bintik Matahari tersebut diberi nama AR3085. Dilaporkan hampir tidak bergerak dan sekarang telah tumbuh 10 kali lipat dalam dua hari.

Agung Pratnyawan

Posted: Kamis, 25 Agustus 2022 | 19:43 WIB
Ilustrasi Matahari berbentuk bola api. (Pixabay/ WikiImages)

Ilustrasi Matahari berbentuk bola api. (Pixabay/ WikiImages)

Hitekno.com - Para ilmuwan melaporkan kalau telah terdeteksi adanya bintik Matahari berukuran besar dan terus berkembang pesat. Bahkan ukurannya disebut sampai sebesar planet.

Diwartakan Suara.com, ilmuwan menyebut kalau bintik Matahari ini berkembang pesat memungkinkan mengarah langsung ke Bumi.

Bintik Matahari itu dapat meluncurkan letusan energi Matahari ke Bumi dalam beberapa hari mendatang.

Baca Juga: China Bangun Susunan Teleskop Terbesar di Dunia untuk Pelajari Letusan Matahari

Oleh ilmuwan, bintik Matahari tersebut diberi nama AR3085. Dilaporkan hampir tidak bergerak dan sekarang telah tumbuh 10 kali lipat dalam dua hari.

Bahkan, berubah menjadi sepasang bintik Matahari yang masing-masing berukuran hampir diameter Bumi.

Menurut laporan SpaceWeather, sejumlah suar Matahari atau ledakan besar radiasi elektromagnetik yang lepas dari permukaan Matahari telah terdeteksi berderak di sekitar bintik Matahari tersebut.

Baca Juga: Peringatan Ilmuwan: Semburan Badai Matahari Besok Bisa Berdampak Gangguan GPS

Untungnya, ini adalah suar kelas C, yang termasuk dalam golongan terlemah dari tiga tingkatan suar Matahari.

Suar kelas A-, B-, dan c umumnya terlalu lemah untuk menyebabkan kerusakan di Bumi.

Baca Juga: Mengarah ke Bumi, Bintik Matahari Mati Lepaskan Bola Plasma

Suar kelas M jauh lebih kuat, di mana ledakan itu mampu menyebabkan pemadaman radio dan suar kelas X adalah kelas yang terkuat.

Pasalnya, peristiwa ini dapat menyebabkan pemadaman radio yang meluas, merusak satelit, dan melumpuhkan jaringan listrik berbasis darat.

Jika bintik Matahari itu terus tumbuh dalam beberapa hari mendatang, itu dapat menyebabkan suar lebih kuat yang dapat menghantam Bumi dan berpotensi membahayakan satelit serta sistem komunikasi. Namun untuk saat ini, tidak ada bahaya yang mengancam.

Baca Juga: Bintik Matahari Seukuran Mars Mengarah ke Bumi, Apa Dampaknya?

Dilansir dari Live Science, Kamis (25/8/2022), bintik Matahari adalah daerah gelap berukuran besar dari medan magnet kuat yang terbentuk di permukaan Matahari.

Wilayah yang biasanya berukuran sebesar planet ini tampak lebih gelap karena memiliki suhu lebih dingin dari sekitarnya.

Tumpukan energi magnetik ini sering menyebabkan semburan atau suar Matahari.

Semakin banyak bintik Matahari yang muncul pada waktu tertentu, maka semakin besar kemungkinan semburan Matahari akan meletus.

Ilustrasi matahari. (pixabay/qimono)
Ilustrasi matahari. (pixabay/qimono)

Prevalensi bintik Matahari dan semburan Matahari terkait dengan siklus aktivitas Matahari selama 11 tahun.

Periode aktivitas bintik Matahari tertinggi diperkirakan akan terjadi pada 2025, dengan sebanyak 115 bintik Matahari kemungkinan akan muncul di permukaan Matahari.

Aktivitas Matahari telah meningkat selama beberapa tahun terakhir, dengan banyak suar kelas X menghantam Bumi sejak musim semi 2022.

Jumlah bintik Matahari dan suar Matahari kemungkinan akan meningkat seiring berjalannya waktu menuju periode aktivitas bintik Matahari tertinggi.

Itulah laporan terkini dari temuan ilmuwan atas adanya bintik Matahari berukuran besar dan terus berkembang pesat. (Suara.com/ Lintang Siltya Utami).

Berita Terkait
Berita Terkini

Tidak hanya direncanakan sebagai objek wisata, air dari Sendang Tirto Wiguno juga akan diolah menjadi air minum bagi war...

sains | 20:58 WIB

Keputih, yang dulunya menjadi tempat pembuangan akhir (TPA) Kota Surabaya, kini telah bertransformasi menjadi kampung la...

sains | 20:50 WIB

Program Kampung Berseri Astra (KBA) telah menjadi harapan baru bagi warga di kawasan 13 Ulu....

sains | 20:42 WIB

Setaman adalah nama singkatan dari Sehat Perkata dan Nayaman....

sains | 16:31 WIB

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB