Hitekno.com - Nuklir Indonesia ternyata sudah ada sejak lama. Bahkan ada lebih dari satu reaktor nuklir di Indonesia yang dikelola oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional atau BATAN.
Pada tahun 2020, Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan mantan Kepala Staf Presiden Widodo, secara terbuka mengeluh bahwa negara-negara kuat seperti Amerika Serikat tidak menganggap Indonesia sebagai pemain internasional yang serius karena kurangnya senjata nuklir, sehingga menjadi berita utama lokal.
Baru-baru ini dalam teknologi reaktor nuklir mutakhir untuk memanfaatkan sumber daya mineral yang melimpah di negara itu. Meski bukan negara yang kuat dalam pemanfaatan nuklir, Indonesia sudah lama menggunakan nuklir sebagai sumber daya.
Baca Juga: Terparah Sepanjang Sejarah, Ini Sejarah Bencana Nuklir Chernobyl yang Perlu Kamu Tahu
Namun tahukah kamu Indonesia memiliki reaktor nuklir? Yup, ada beberapa reaktor nuklir di Indonesia yang sudah lama dioperasionalkan.
Awal sejarah nuklir di Indonesia sudah ada semenjak era presiden Soekarno di tahun 1954. Presiden Soekarno membentuk Panitia Negara yang bertugas melakukan penyelidikan adanya kemungkinan sisa zat radioaktif di wilayah NKRI akibat uji coba persenjataan. Panitia Negara inilah yang kemudian menjadi awal mula terbentuknya BATAN.
Baca Juga: Sejarah Nuklir Indonesia, Lengkap Beserta Lokasi Reaktor
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di Indonesia diawali dengan pembangunan beberapa pusat penelitian, serta pembangunan reaktor nuklir. Hal ini bertujuan untuk riset penelitian yang akan digunakan sebagai upaya di bidang iptek nuklir. Pada tahun 1965 reaktor nuklir pertama diresmikan pengoperasian (Triga Mark II) di Bandung.
Indonesia hingga saat ini telah mengoperasikan tiga unit reaktor nuklir untuk keperluan penelitian serta beberapa fasilitas nuklir yang meliputi fabrikasi elemen bakar. Berikut 3 lokasi reaktor nuklir yang ada di Indonesia.
Meski demikian rencana pengembangan nuklir Indonesia sempat dikritik oleh Greenpeace dan sejumlah individu lainnya, seperti Gus Dur. Pada Juni 2007, hampir 4.000 demonstran meminta pemerintah membatalkan rencana pembangunan reaktor nuklir di Muria, Jawa Tengah.
Baca Juga: Efek Perang, Reaktor Nuklir Ukraina Terancam Bahaya, PBB Ikut Khawatir
Mereka menolaknya karena bahaya limbah nuklir, dan lokasi Indonesia di Cincin Api Pasifik, dengan banyak aktivitas geologi, seperti gempa bumi dan letusan gunung.
Pada tahun 2006, Indonesia menandatangani perjanjian dengan negara lain dalam hal nuklir, termasuk Korea Selatan, Rusia, Australia dan Amerika Serikat. Australia tidak keberatan untuk mengirim uranium ke Indonesia, dan pihak Rusia yang menawarkan untuk membangun reaktor nuklir di Gorontalo sebagai lokasi baru.
Indonesia memiliki dua lokasi eksplorasi uranium, yaitu tambang Remaja-Hitam dan tambang Rirang-Tanah Merah. Kedua uranium tersebut terletak di Kalimantan Barat.
Baca Juga: Putin Tawarkan Nuklir ke Indonesia, Jadi Momentum Realisasi PLTN
Jika tidak cukup, Indonesia memiliki pilihan mengimpor uranium yang tersedia di pasaran internasional. Indonesia adalah anggota aktif IAEA (International Atomic Energy Agency) yang berkedudukan di Vienna, Austria.
Kesiapan Indonesia dengan Nuklir
Pada November 2009, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menyelesaikan misi Integrated Nuclear Infrastructure Review (INIR) di Indonesia. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui status pembangunan infrastruktur nuklir di Indonesia, guna mendukung pembangunan tersebut.
Evaluasi tersebut mengukur kesiapan Indonesia dalam meluncurkan program semacam itu dan hasilnya menunjukkan bahwa Indonesia telah melakukan pekerjaan persiapan yang ekstensif pada sebagian besar masalah infrastruktur yang memungkinkan negara untuk membuat pertimbangan lebih lanjut untuk memperkenalkan tenaga nuklir dan bergerak maju.
Sebagaimana ditunjukkan dalam laporan IAEA, ada beberapa lokasi yang telah diidentifikasi sebagai lokasi pembangkit listrik tenaga nuklir potensial di Indonesia, yaitu Semenanjung Muara, Banten, Kalimantan Timur, Pulau Bangka, Kalimantan Barat, dan Pulau Batam.
Menurut survei nasional tahunan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), penerimaan publik terhadap tenaga nuklir di Indonesia secara bertahap meningkat dari tahun 2012 hingga 2016, meskipun masyarakat memberikan persepsi negatif tentang nuklir pada tahun 2011 karena kecelakaan nuklir Fukushima.
Sebagaimana dinyatakan dalam survei terakhir, penerimaan mencapai titik yang cukup tinggi pada tahun 2016 sebesar 77,5% dan diharapkan opini publik yang positif akan meyakinkan pemerintah untuk lebih percaya diri dalam mengambil keputusan nuklir.