Hitekno.com - Pakar gempa bumi dan tsunami dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Danny Hilman Natawidjaja menyampaikan kalau riset sesar aktif perlu ditingkatkan. Hal ini diharapkan bisa memperkuat mitigasi gempa.
Pakar gempa bumi dan tsunami dari BRIN tersebut menyampaikan pentingnya riset untuk mempelajari dan memahami karakteristik serta mengungkap sesar aktif baru di Indonesia. Hal ini terkait dengan mitigasi gempa.
"Tidak mudah memetakan seluruh sesar aktif di Indonesia karena jumlahnya ratusan. Walaupun sudah cukup banyak yang sudah kita petakan sumber-sumber gempa itu, tapi masih banyak yang belum kita petakan," kata Danny dalam diskusi Belajar dari Gempa Bumi Cianjur, Apa yang Harus Kita Waspadai, di Jakarta, Jumat (23/12/2022).
Baca Juga: BRIN: Siklon Mirip Seroja Bisa Pengaruhi Cuaca di NTT sampai Jawa
Penelitian sumber-sumber gempa juga perlu ditingkatkan untuk memperbarui peta sumber dan bahaya gempa di Indonesia terkait keberadaan sesar aktif yang baru teridentifikasi.
Danny menuturkan sesar aktif bisa dipetakan dengan seakurat mungkin, namun butuh sinergi dan kolaborasi para pemangku kepentingan dan ahli lintas bidang keilmuan dan institusi.
Melalui kegiatan riset, pemetaan akurat dilakukan untuk mengetahui lokasi sumber gempa, memperkirakan besar kekuatan gempa yang dihasilkan oleh sesar aktif, dan siklus perulangan gempa, apakah puluhan tahun, ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun.
Baca Juga: BRIN Teliti Potongan Logam Roket China, Ini Tujuannya
Dengan informasi dari riset sesar aktif di Indonesia tersebut, perkiraan risiko mitigasi bencana dapat disiapkan dengan lebih baik.
Pada kasus gempa yang melanda Kabupaten Cianjur pada 21 November 2022 dengan magnitudo 5,6, Danny mengatakan gempa itu tidak terjadi pada jalur sesar yang sudah dipetakan, melainkan pada jalur sesar aktif yang belum terpetakan.
"Kalau terjadi pada jalur sesar yang sudah dipetakan seharusnya lokasi episenter gempa ini persis ada di jalur merah ini, tapi ini tidak jadi artinya dia terjadi di satu sumber gempa atau sesar aktif yang belum diptekan sebelumnya atau belum kita tahu," ujarnya.
Baca Juga: Gunakan Teknologi Mutakhir, BRIN Akan Pantau Karbon Hitam di Jakarta
Selain itu, gempa di Cianjur juga bukan merupakan gempa pertama yang merusak karena sekitar 143 tahun yang lalu pernah terjadi gempa yang besar bahkan mungkin lebih besar dari yang terjadi pada 2022.
Meskipun lokasi kerusakan gempa pada 1879 itu sama dengan yang terjadi pada 2022, namun Danny mengatakan belum diketahui pasti apakah gempa yang terjadi pada 1879 terjadi pada segmen sesar atau jalur sesar yang sama, sehingga harus ada penelitian selanjutnya.
"Artinya kita belum tahu juga apakah gempa yang terjadi sekarang ini tahun 2022 adalah gempa perulangan dari 1879 jadi kita belum bisa bilang," ujarnya.
Baca Juga: Selain untuk Penelitian, Ini Tujuan BRIN Bangun Infrastruktur Riset
Danny mengatakan, masih banyak analisis yang perlu dilakukan untuk memahami karakteristik gempa Cianjur termasuk peta lidarnya. Survei geofisika bawah permukaan juga akan dilakukan untuk melihat panjang jalur sesarnya.
"Juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait sejarah gempanya, periode waktu ulangnya dan kecepatan gesernya," ujarnya.
Itulah pandangan pakar gempa bumi dan tsunami dari BRIN yang menyampaikan pentingnya riset sesar aktif terkait dengan upaya meningkatkan mitigasi gempa. (Suara.com/ Liberty Jemadu)